Catatan Pendek DR: Khotbah Dadakan (24)
Sewaktu saya diundang berkhotbah di suatu daerah pada waktu Natal,
seringkali tanpa terduga gembala yang mengundang meminta saya untuk
menyampaikan khotbah syukuran di jemaat secara mendadak. Tradisi ini baik
karena di hari Natal barulah keluarga bisa berkumpul dari tanah rantau. Maka
biasanya bukan satu keluarga saja yang mengadakan syukuran, tapi bisa jadi
empat atau sampai lima keluarga sepanjang hari, dan tiap rumah harus
menyampaikan khotbah karena ada ibadahnya. Lalu biasanya gembala dan rombongan
majelis atau pengurus jemaat ikut juga dalam safari syukuran itu sehingga mau
tidak mau teks khotbah harus berubah dan tidak boleh sama. Bisa dibayangkan
kalau lima rumah mengadakan syukuran dalam satu hari, lalu kita menyampaikan
lima khotbah yang berbeda. Bagaimana bisa?
Khotbah dadakan selalu dialami siapa saja terutama para gembala.
Biasanya dalam tengah minggu ada banyak ibadah yang membutuhkan penyampaian
firman Tuhan. Belum lagi ada syukuran, kedukaan, bahkan acara-acara khusus
lainnnya. Secara teori homiletika, memang khotbah perlu persiapan yang matang,
tapi secara praktika tidak dapat dipungkiri ini tidak dapat dilakukan karena
hal-hal insidental dalam jemaat tidak dapat diduga. Maka jika kita mengerti
homiletika sebagai “preaching the Word”
yaitu memproklamirkan Injil maka sebenarnya tidak salah kita menerima undangan
khotbah dadakan ini. Pertanyaannya adalah bagaimana kita menyiapkan khotbah
dadakan seperti ini agar efektif?