By Daniel Ronda
Seringkali ketika jemaat
mempertanyakan mengapa dirinya tidak mengerti sebuah khotbah, pikiran saya
langsung kepada masalah metode atau cara berkhotbah yang salah. Cara berpikir
saya tidak salah, karena memang metode yang baik memegang peranan penting juga.
Namun saya tidak dapat menghilangkan fakta bahwa sekalipun khotbah sudah sangat
baik, masih ada jemaat yang anggap khotbah itu tidak masuk akal (make no sense) dan tidak memiliki arti (meaningless). Dari pengalaman ini saya
menyadari bahwa khotbah itu sangat bergantung kepada Roh Kudus karena seluruh
keberadaan manusia telah rusak.
Kerusakan natur manusia menjadikan penyakit universal
bagi semua manusia di mana-mana. Penyakit itu adalah ketidaktertarikan kepada
hal-hal yang bersifat rohani. Hal-hal rohani seringkali dilihat sebagai sesuatu
yang tidak masuk akal dan hanya untuk menenangkan diri saja secara psikologis,
suatu pelarian dari kenyataan. Bahkan untuk memahami kebenaran yang sederhana
saja dari Injil seringkali tidak dipahami atau lebih radikal lagi tidak mau
dipahami. Semua pelajaran firman Tuhan dianggap aneh, tidak bermakna, asing
bahkan misterius. Ini karena kerusakan itu bukan hanya pada moral manusia,
tetapi kerusakan itu sudah memengaruhi memori serta cara berpikir, kesadaran
manusia akan kebenaran, hati dan kehendak manusia. Semuanya telah rusak dan
tidak mampu melihat perspektif rohani dari Injil. Sementara pengkhotbah sedang
menyampaikan khotbah pun kita seolah-olah ia sedang bicara kepada mereka dalam
bahasa asing yang tidak mereka mengerti. Bangunan logika yang disampaikan dalam
khotbah sering dianggap aneh dan tidak masuk akal. Mungkin ada jemaat yang
mampu mengerti kalimat secara sepotong-sepotong, tapi tidak dapat memahami
keseluruhan dari maksud penyampaian firman Tuhan.
Apalagi kemudian pengkhotbah sendiri tidak menjadi
contoh dalam kehidupannya. Ini menjadi olokan serius di dalam komunitas.
Sewaktu saya di Amerika Serikat, seringkali pembawa acara seperti talk show malam yang populer
memelesetkan dengan anekdot terhadap pengkhotbah-pengkhotbah besar yang jatuh
dalam skandal seks, penggelapan pajak, kehidupan foya-foya dan bermewah-mewah (luxury) di mana itu bertentangan dengan
nilai-nilai Injil. Mereka menggunakan pengaruh yang mereka miliki justru untuk
berbuat nista dan jatuh dalam kenikmatan daging. Maka lengkaplah
ketidakmasuk-akalan dari khotbah itu, karena memang natur manusia yang rusak
dan diperparah oleh kehidupan yang tidak memberikan contoh dan teladan
(walaupun tidak semua pengkhotbah demikian).
Di sini pada pengkhotbah ditantang untuk serius berdoa
mohon Roh Kudus menerangi tiap hati manusia. Tanpa Roh Kudus maka semua
pembacaan dan khotbah yang disampaikan tidak akan sampai di dalam pikiran
mereka, sekalipun khotbah telah disajikan demikian apik dan intelektual tapi
tetap tidak akan menyentuh. Pengkhotbah perlu mendoakan diri dan jemaatnya agar
memiliki hati yang rendah (humble),
roh yang dapat diajar (teachable spirit)
dan memiliki cara berpikir anak (childlike
frame of mind). Doa kita harus seperti Daud dalam Mazmur 119:64b:
“Ajarkanlah ketetapan-ketetapanMu kepadaku”. Doa tentunya tidak hanya dilakukan
secara pribadi untuk kebenaran firman Tuhan disampaikan menembus hati yang
keras namun saat yang sama kita minta Roh Kudus melindungi kita dari berbagai
godaan yang ada di sekitar kita. Kata firman Tuhan, “awasilah dirimu sendiri
dan awasilah ajaranmu” (1 Tim 4:16) (DR)
Catatan:
Bagian dari kerusakan manusia, idenya diambil dari J. C. Ryle, “Thoughts on the
Gospels: Mark (Carliste, PA: Banner of Truth, 1985), 141.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar