By Daniel Ronda
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat- Lagi Tentang Suara (7)" - Dalam catatan saya sebelumnya bahwa suara yang baik memang bergantung kepada alat (sound system) yang dipakai, tapi yang paling penting adalah kepribadian yang menarik. Kepribadian yang menarik didapat lewat kasih, kebaikan hati, toleransi, apresiasi, dan tidak mementingkan diri sendiri. Dengan kata lain itulah bahasa hati seorang pengkotbah yang membuat suaranya terdengar indah.
Namun suara tentu juga bicara hal-hal yang teknis. Maka ada beberapa rahasia penting yang perlu diketahui pengkhotbah tentang suaranya
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat- Lagi Tentang Suara (7)" - Dalam catatan saya sebelumnya bahwa suara yang baik memang bergantung kepada alat (sound system) yang dipakai, tapi yang paling penting adalah kepribadian yang menarik. Kepribadian yang menarik didapat lewat kasih, kebaikan hati, toleransi, apresiasi, dan tidak mementingkan diri sendiri. Dengan kata lain itulah bahasa hati seorang pengkotbah yang membuat suaranya terdengar indah.
Namun suara tentu juga bicara hal-hal yang teknis. Maka ada beberapa rahasia penting yang perlu diketahui pengkhotbah tentang suaranya
1)
Untuk mendapatkan suara yang bagus dan tidak cepat serak, maka perlu
belajar bernafas lewat diafragma (atau istilah populer nafas lewat
perut). Ini penting untuk melindungi tenggorokan dari masalah. Penting
bagi pengkhotbah berlatih vokal dan bukan hanya orang menyanyi yang perlu
belajar vokal; 2) Pengkotbah harus memerhatikan apa yang dimakan dan
diminum sebelum kotbah. Hindari sebelum berkhotbah dengan makan gorengan,
produk susu, minum susu. Semua makanan itu membuat tenggorokan
tercekat. Begitu pula produk kafein juga dibatasi, minum air es tidak
baik, perlu air hangat menjelang khotbah. Bagaimana dengan air minum di
mimbar. Saya anjurkan untuk jangan dibiasakan minum air sewaktu
berkotbah. Pengalaman menunjukkan itu bisa kotbah tanpa minum, karena
kalau minum biasanya konsentrasi terpecah; 3) Perhatikan posisi berdiri
khotbah di mana kita harus tegak berdiri dan jangan berdiri dalam posisi
santai karena suara maksimal dihasilkan bila posisi berdiri baik dan
posisi santai tidak akan menghasilkan suara maksimal; 4) Dalam memulai
khotbah disarankan diawali dengan level percakapan dan jangan langsung
mulai dengan serangan dramatis yang menggebu-gebu. Jemaat pada dasarnya
belum siap dengan suara menggelegar di awal kotbah. Disarankan mulai
dengan hal ringan karena jemaat umumnya belum siap menerima yang berat
di awal; 5) Volume suara ditinggikan ketika kita hendak memberikan
tekanan bukanlah cara yang terbaik walaupun bisa dilakukan. Hanya jangan
ditinggikan secara mendadak sehingga terkesan mengagetkan. Tinggi dan
rendahnya suara bisa dilatih kapan kita melakukannya. Kata kunci penting
sebenarnya adalah variasi suara baik dalam intonasi dan kecepatan,
misalnya 125-150 kata per menit; 6) Pada akhirnya kekhususan suara
seorang pengkhotbah tidak bisa ada yang menyamakan. Maka adalah pantangan
untuk meniru gaya orang terkenal berbicara, karena imitasi tetap tidak
baik. Pengkhotbah yang meniru gaya bicara pengkotbah terkenal tidak dapat
menjadi dirinya, padahal syarat utama adalah menjadi diri sendiri yang
unik di hadapan Tuhan. Yang paling penting kejelasan dalam berbicara.
Selamat berlatih menggunakan suara kita, jangan anggap remeh! (*DR*)
***
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat – Kontak Mata (8)" - "Pak saya
takut menatap jemaat waktu khotbah, rasanya grogi, kata salah seorang
mahasiswa dalam kelas berkhotbah." Lalu ia bertanya, bagaimana caranya
tidak grogi melihat jemaat, bolehkah tidak usah ditatap matanya?
Dapatkah kita tatap saja dahinya? Tanggapan saya adalah tatap matanya,
karena tatapan mata dalam khotbah penting sebagai bentuk komunikasi
antara pembicara dengan pendengar. Dengan melihat mata mereka, maka kita
akan tahu apakah mereka berminat mendengar khotbah kita. Itu sebabnya
penting melihat mata pendengar waktu berbicara. Mata adalah jendela hati
manusia. Jadi tatapan untuk mengetahui apakah dia mendengar atau tidak.
Ingat prinsip komunikasi itu dua arah yaitu ada yang memberi dan ada
yang menerima. Jadi kontak mata adalah cara yang tepat untuk mengetahui
proses memberi dan menerima ini. Jelas, bahwa bila pengkhotbah berbicara
tapi tidak melihat pendengar, maka pendengar pasti beranggapan bahwa
pengkotbah tidak mendengar mereka.
Namun tatapan mata saja tidak akan berhasil jika di hati kita tidak
ada cinta kepada jemaat dan api cinta akan firman Tuhan. Banyak yang
berkhotbah memiliki tatapan kosong karena memang tidak dijiwai dan tidak
menjadi "passion"nya. Maka mata itu adalah jendela hati yang tidak dapat
menipu. Tatapan mata yang memiliki jiwa di mana beritanya adalah api
cinta Tuhan membuat jemaat akan merasakannya waktu menatap pengkhotbah.
Memang seorang pembicara tidak bisa menatap satu persatu jemaat karena
banyak, tapi semangat yang keluar dari mata merupakan komunikasi yang
sangat baik. Sekali lagi mata adalah tempat di mana orang melihat apa
yang terjadi dalam hidup kita. Komunikasi mata karenanya perlu mendapat
perhatian khusus.
Lalu bagaimana bila kita melihat jemaat yang tidak tertarik dengar
kotbah kita, misalnya mereka mondar-mandir keluar masuk, atau mengobrol,
atau lihat HP (smartphone) mereka? Saran saya fokus kepada mereka yang
memperhatikan hkotbah kita. Jangan terganggu dengan hal-hal seperti itu.
Biasanya jika terpancing, kita akan kehilangan konsentrasi. Memang dulu
ada pengkhotbah yang berani menegur, tapi saya sendiri tidak berani
menegur (lain halnya di kelas, saya berani mengusir mereka). Jadi
jangan terganggu, namun jika jadi gembala tentu bisa diajar dan
diumumnkan tentang sikap yang benar dalam ibadah gereja.
***
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat -Kesalahan dalam Khotbah (9) –
Semua orang pernah berbuat kesalahan dalam khotbah dan mungkin akan
terulang di masa depan. Tentu sebagai seorang yang terpanggil melayani
dalam bidang khotbah maka keharusan baginya untuk memeriksa
kesalahan-kesalahan yang terjadi pada dirinya. Ada beberapa kesalahan
umum yang perlu setiap pembicara perhatikan: 1) Kurangnya persiapan
khotbah: ini adalah masalah klasik sebagai seorang hamba Tuhan karena
kesibukannya dalam mengurus jemaat. Apalagi majelis lebih menghargai
gembalanya melakukan perkunjungan dan tidak hanya duduk di kantor gereja
untuk belajar. Maka majelis yang baik akan memberikan waktu bagi
gembala untuk belajar. Begitu pula gembala harus belajar mendisiplin
diri untuk belajar tanpa diganggu dalam menyiapkan khotbah. Ada ahli yang
menyarankan siapkan minimal 8 jam untuk satu kotbah, termasuk persiapan
rohani; 2) Pendahuluan (pengantar) yang tidak menarik: salah satu
kebiasaan yang tidak disadari pembicara yang selalu naik mimbar tiap
minggu adalah pendahuluannya tidak menarik dan membosankan. Apalagi sama
cara bicara dan pendekatannya dari waktu ke waktu, misalnya selamat
pagi, apa kabar dan selalu monoton. Selalu diingat bahwa orang
memutuskan untuk mendengar atau tidak mendengar adalah awal dari kotbah.
Maka pastikan bahwa kita membuat sesuatu yang menarik di awal kotbah
dan jangan itu-itu saja. Bisa mulai dengan cerita atau mengapa topik
yang dibahas itu penting; 3) Kurang pandai memakai cerita: bahwa tidak
dapat dipungkiri cerita membuat kotbah menjadi menarik. Namun untuk
bercerita perlu teknik dan terus belajar memantapkan cara bercerita dari
waktu ke waktu. Banyak yang tidak mau pakai cerita karena tidak pandai
atau ada juga sebaliknya yang pakai cerita tapi melebar ke mana-mana
sehingga lupa apa inti ceritanya. Ada pula yang terlalu banyak pakai
cerita sehingga berita tidak jelas. Padahal prinsipnya jelas, cerita
adalah penopang poin dari berita Firman Tuhan yang disampaikan; 4)
Terlalu banyak poin: waktu saya masih mahasiswa selalu diingatkan untuk
pakai 3 (tiga) poin khotbah. Boleh jadi ini benar karena kalau terlalu
banyak, jemaat akan bosan dan tidak mampu mengingatnya. Cuma tidak harus
3 poin, bisa jadi ada 2 atau maksimal 4 poin. Terlalu banyak poin
justru tidak baik; 5) Tidak jelas aplikasinya: banyak khotbah yang sangat
bagus dalam penggalian tapi miskin tentang bagaimana menerapkannya
secara relevan pada situasi saat ini. Membiarkan jemaat yang
mengaplikasikannya sendiri adalah kurang bijak. Pengkhotbah perlu
berjuang untuk menemukan apa saja tindakan atau hal-hal yang harus
jemaat lakukan. Penggalian teks sama pentingnya dengan menemukan
aplikasi yang cocok bagi jemaat; 6) Berhenti mendadak: ada pengkhotbah
tiba-tiba menghentikan khotbahnya tanpa tantangan. Ini sering kita
lakukan di mana mengakhiri khotbah tanpa tujuan dan apa yang hendak
dicapai. Maka sebaiknya mengakhiri kotbah harus dipikirkan tantangan
tindakan yang harus dibuat, misalnya ajak jemaat melakukan refleksi
tentang kebenaran dan ulangi kembali apa inti dari khotbah itu. Yang
jelas jangan akhiri kotbah tiba-tiba; 7) Tidak suka masukan lewat
evaluasi: terus terang bagian ini tidak mudah, di mana umumnya orang
tidak suka dikoreksi. Tapi mungkin dimulai dengan merekam khotbah sendiri
lalu koreksi sendiri apa yang Anda dengar tentang diri. Ingat koreksi
dan evaluasi membuat kita bertumbuh dan membuat khotbah menjadi lebih
baik. Maka kita harus rendah hati dan membiarkan koreksi itu membuat
Anda bertumbuh sebagai pengkhotbah hebat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar