Oleh Daniel Ronda
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat" (4) – Bagaimana dengan bantuan film pendek dalam khotbah, apakah boleh, haruskah dilakukan dan bagaimana menyisipkannya dalam khotbah? Sebelum menjawab ke pertanyaan ini tentunya kita harus memahami dulu perubahan masyarakat modern pada umumnya soal teknologi dan kaitannya dengan gaya berkomunikasi.
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat" (4) – Bagaimana dengan bantuan film pendek dalam khotbah, apakah boleh, haruskah dilakukan dan bagaimana menyisipkannya dalam khotbah? Sebelum menjawab ke pertanyaan ini tentunya kita harus memahami dulu perubahan masyarakat modern pada umumnya soal teknologi dan kaitannya dengan gaya berkomunikasi.
Pakar
komunikasi teknologi membagi manusia modern menjadi 3 zaman (tentu garis
besar secara umum): manusia usia 50an ke atas umumnya asing terhadap
perkembangan teknologi (aliens), sedangkan usia 30-an ke atas umumnya
kaum migran terhadap tekonologi (immigrant) di mana mereka mengadopsi
kemajuan tekonologi namun tidak menyatu dengannya, tapi usia di bawah
30-an disebut sebagai lahir dalam dunia teknologi dan menyatu dalam
dirinya (native).
Jika melihat hal ini dan dibandingkan dengan cara berkomunikasi maka
kita akan berhadapan berbagai jenis orang di gereja. Di sini perlu
hikmat dari pengkotbah, karena memang dalam menerima pesan, manusia dulu
biasa menerima informasi cukup dengan audio (telinga), tapi saat ini
sudah berubah ke arah audio-visual yaitu mendengar dan melihat. Maka
sebenarnya usia yang agak lanjut tidak perlu visual tapi yang lebih muda
lebih memerlukan visual untuk menyatakan dan meyakinkan kebenaran.
Jika kita kembali penggunaan film pendek yang banyak tersedia di
Youtube untuk ilustrasi kotbah adalah sah-sah saja, bahkan mungkin perlu
untuk generasi yang lebih muda. Namun penggunaannya tetap memperhatikan
prinsip bahwa teks Alkitab adalah pesan utama, sedangkan film pendek
hanya penunjang atau tepatnya pendukung dari berita yang kita sampaikan.
Tidak boleh film itu beritanya tidak sesuai atau ada pesan sekuler di
dalamnya. Apalagi misalnya, ada kisah menyedihkan namun itu hanya produk
iklan di mana pesan produk itu muncul di bagian akhir film. Itu merusak
seluruh cerita yang akan kita bangun. Jangan paksakan diri untuk
memakai film jika tidak ada yang bisa menunjang. Ada banyak cara kreatif
yang bisa dipakai menggantinya, misalnya lewat drama yang melibatkan
anak muda kita, atau buat power point yang menarik (lihat teknik cara
membuat presentasi power point yang menarik di Youtube), dan masih
banyak cara lagi. Jadi untuk pemakaian film, istilah anak gaulnya
"jangan maksa"! Tidak elok memaksakan sebuah film yang dicocok-cocokkan
dengan berita atau amanat kotbah kita (AK – istilah Benny Solihin).
Apalagi memang seorang pengkotbah tidak mungkin berjam-jam duduk
memelototi internet untuk melihat film yang cocok. Akhirnya cari film
yang dipaksakan supaya cocok dengan teks bahasan. Lalu bagaimana caranya
mendapatkan film bermutu yang sesuai dengan berita? Saya menyarankan
para pengkotbah yang adalah gembala untuk membentuk tim multimedia yang
terdiri dari anak-anak muda di gereja dan meminta mereka membantu
mencarikan film-film pendek yang dibutuhkan. Juga para pengkotbah jangan
pelit berbagi sumber film yang dia dapatkan kepada rekan-rekan
pengkotbah sehingga bisa saling memberkati.
Akhirnya, sekali lagi perlu berhikmat dan jangan maksa!
***
Catatan Pendek DR: Kotbah yang Hebat (5) – "Penggunaan PowerPoint
Presentation (ppt) dalam Kotbah" – Sudah diketahui bersama ppt sudah
sangat lazim digunakan dalam kotbah masa kini. Rasanya sudah lumrah
menggunakan ppt dalam kotbah. Tapi tidak sedikit jemaat yang frustasi
melihat ppt buatan pengkotbah, di mana ppt mereka dipenuhi dengan
tulisan (bullet) yang banyak sekali teksnya, bahkan sampai sulit dibaca
karena hurufnya kekecilan. Rasanya seperti memindahkan semua catatan
kotbah ke ppt. Justru ini menjadi bumerang bagi pengkotbah karena
bukannya menunjang efektivitas kotbah malah merusak semua penampilan
pembicara. Bagaimana menolong pengkotbah dalam membuat ppt yang menarik
sehingga dapat menunjang kotbah? Walaupun saya tetap memberi catatan
bahwa ppt dipakai sebagai alat penopang efektivitas kotbah: 1) Gunakan
gambar dan kata kunci saja dalam ppt. Teks yang ditulis terlalu banyak
tidak akan menarik minat. Itu sebabnya pengkotbah harus memikirkan kata
kunci apa dari kalimat yang dimasukkan dalam ppt. Ini akan membuat
jemaat terus dapat menatap pengkotbah dan sekaligus dapat menggunakan
visualnya untuk memaknai ucapannya. 2) Jika ingin menaruh kalimat yang
penting, maka usahakan dibuat secara ringkas. Bila tidak cukup rasanya
menaruh kata kunci dan ingin menaruh kalimat karena penting dan harus
dibaca, maka usahakan diringkas dengan singkat dan dibuat dalam huruf
yang lebih besar. Sekali lagi hindari kata-kata yang panjang; 3) Bila
hendak menaruh gambar maka harus diletakkan menyamping dan jangan
sentral di tengah. Umumnya foto dan gambar yang ditaruh di tengah
(sentral) tidak menarik untuk dilihat, maka di sini pengkotbah perlu
belajar teknik penempatan foto dan gambar dalam ppt; 4) Usahakan pakai
warna-warni dan jangan monoton atau hanya putih saja. Ppt yang berwarna
menarik perhatian, apalagi ada motion (gerakan) huruf yang simpel. Cuma
jangan terlalu ramai dalam warna dan gerakannya juga jangan terlalu
banyak; 5) Penggunaan "font" atau bentuk huruf jangan terlalu banyak.
Pakar jurnalistik selalu menganjurkan dua jenis huruf yang jenis serif
dan sanserif saja yang dipakai dalam sebuah tulisan maupun presentesai.
Huruf Serif contohnya font Times New Romans dan yang sejenisnya di mana
ada liukan huruf, sedangkan sanserif seperti Arial dan sejenisnya yang
tidak ada liukannya. Pilih dua saja di antara kelompok serif dan
sanserif. Jangan terlalu banyak jenis huruf, walaupun bisa divariasikan
besar dan kecilnya.
Kiranya beberapa tips singkat ini akan membuat ppt kita lebih menarik
dan mendukung performa kita sebagai hamba Tuhan. Kotbah memang butuh
dukungan visual, namun itupun harus diupayakan agar menjadi lebih
menarik. Terus mencoba! (*DR*)
***
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat: KEINDAHAN SUARA" (6) – Suatu
ketika saya diundang berkhotbah oleh mantan mahasiswa saya yang melayani
di suatu daerah di Papua via telepon. Setelah bicara soal jadwal dan
tema, lalu dia menutup pembicaraan bahwa memohon bahwa jika saya
berkhotbah diharapakan memakai suara lantang dan keras. Katanya hkotbah di
sini harus keras dan tidak bisa lembut. Saya tiba-tiba merasa tidak
sanggup, karena suara saya tidak menggelegar seperti pengkhotbah yang
memiliki suara bas dan keras, sedangkan saya tenor dan cenderung tidak
keras. Tetapi saya mengiyakan saja untuk mencoba bersuara dengan lebih
jelas. Namun lewat percakapan di telepon itu saya menjadi bertanya pada
diri, seberapa jauh peran suara dalam berkhotbah? Tentu suara keras sudah
bukan masalah karena para pengkhotbah tinggal belajar bagaimana
menggunakan mikrofon dengan baik sehingga ia bisa mengatur suaranya
sehingga terdengar dengan jelas. Masalahnya bagaimana dengan keindahan
suara?
Memang sejak zaman dahulu suara sangat memegang peranan penting dalam
kotbah. Dalam bentuk apapun kekuatan suara seorang pengkhotbah, maka
suara memegang peranan yang sangat penting. Pertanyaannya adalah suara
yang tepat itu seperti apa? Apakah harus bas dan berat? Dulu memang
diyakini bahwa suara indah itu kalau suara bas dan keras atau berat.
Dalam konteks masa lalu berkomunikasi, memang orang yang menjadi
presenter dan yang bekerja di dunia komunikasi diharapkan suaranya bas
atau berat. Misalnya, Bob Tuttupoli, Kris Biantoro atau untuk yang
perempuan Maria Untu, dst. Jika itu syaratnya, maka banyak pengkotbah
terkena diskualifikasi termasuk saya. Syukur dalam dunia komunikasi
modern hal ini sudah dibantah, bahwa suara bas dan berat bukan lagi hal
utama melainkan keindahan suara itu sendiri. Saat ini begitu banyak
orang yang berbicara di publik dengan warna suara yang beragama mulai
dari yang bas dan berat sampai yang biasa dan tenor. Mereka semua
berhasil mengkomunikasikan beritanya.
Jika demikian, suara yang baik dan indah itu seperti apa dalam
konteks khotbah? Tentu Alkitab tidak pernah memberi syarat tentang warna
suara selain hanya dapat didengar dengan baik. Namun bila diperhatikan
bahwa suara yang baik itu bergantung kepada kepribadian yang menarik.
Nah, kepribadian yang menarik didapat lewat kebaikan hati, kasih, rela
berkorban, toleransi, apresiasi, dan tidak mementingkan diri sendiri
serta karakter yang baik lewat buah-buah roh yang nampak dalam hidup
kita. Dengan kata lain itulah bahasa hati seorang pengkotbah. Bahasa
hati yang dimiliki seseorang inilah yang akan membuat suaranya menjadi
indah terdengar. Maka pengkhotbah yang baik harus mengembangkan
kepribadian yang baik jika ingin suaranya terdengar indah. Bukankah
suara yang kita keluarkan adalah gambaran dari seluruh hidup kita?
www.danielronda.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar