By
Daniel Ronda
Catatan
Pendek DR: “Khotbah yang Hebat – Panggilan Khotbah Mimbar Cukup? (13)” –
Panggilan berkhotbah adalah panggilan pemberitaan dan pengajaran di mana Tuhan
memberikan karunia kepada kita, di mana kita dapat memintanya kepada Tuhan dan
terus belejar mengembangkan diri dalam berkhotbah. Namun apakah cukup karunia
mengajar (khotbah)? Ada gembala mengatakan bahwa dirinya punya karunia khotbah
dan hanya itu panggilannya yaitu khusus khotbah di mimbar. Itu sebabnya tugas
perkunjungan menjadi tugas staf penggembalaan lainnya. Benarkah? Sekalipun
benar bahwa tugas menyiapkan khotbah itu berat, namun kita harus belajar
seperti Yesus bagaimana Dia melayani. Tuhan kita bukan hanya datang ke dunia
berkhotbah, namun supaya khotbah menjadi berkuasa dan hebat maka para pengkhotbah
perlu meneladani Yesus di mana:
1) Dia bersolidaritas dengan orang berdosa.
Artinya Dia bergaul dengan orang berdosa tanpa harus berdosa. Ia tidak berdosa
namun dekat dan melayani orang berdosa. Ia berada di tengah-tengah masyarakat
dan tidak mengasingkan diri. Pengkhotbah bukan ditugaskan sembunyi di balik
meja belajar tapi berjumpa dengan masyarakat dan umat Tuhan. Sehabis khotbah
sebaiknya hamba Tuhan menyapa jemaatnya dan bergaul sebelum mereka meninggalkan
gereja. Jangan langsung sembunyi di pastori untuk doa dan rapat. Minta waktu
untuk bergaul dengan mereka; 2) Yesus menang atas pencobaan. Dalam kehidupanNya
godaan dan pencobaan datang silih berganti. Namun Ia bisa melewatinya dengan
baik. Pengkhotbah modern pun tidak luput dari godaan dan cobaan yang
dihadapinya. Ia tidak bisa mengklaim bahwa ia sudah terbebas, namun justru
bagaimana ia mampu melewatinya dengan pertolongan Tuhan. Godaan itu muncul di
pikiran, maka penting bagi pengkhotbah untuk memelihara hati dan pikiran tetap
baik dan tidak tergoda. Memang jemaat tidak tahu perjuangan seorang pengkhotbah.
Ia tidak hanya berjuang menyiapkan khotbah, namun berjuang mengatasi godaan dan
cobaan yang datang kepadanya; 3) Yesus melakukan percakapan pribadi (personal
conversation) kepada murid-muridNya dan orang lain ketika memuridkannya. Yesus
tidak hanya berkhotbah dan mengajar di sinagoge, tapi Dia melakukan percakapan
pribadi untuk mendewasakan murid-muridNya. Banyak pengkhotbah merasa bahwa
panggilannya adalah berkhotbah di mimbar dalam memuridkan jemaat, namun belajar
dari pengalaman Yesus maka pengkhotbah perlu keluar melakukan percakapan
pribadi, melakukan perkunjungan yang menguatkan kepada jemaatnya. Ia
mengunjungi jemaat dan menanyakan perkembangan rohaninya. Sentuhan pribadi
menambah wibawa dalam khotbahnya dan jauh efektif dalam memuridkan; 4) Yesus
menghadapi kuasa kegelapan. Pelayanan khotbah adalah pelayanan nyata, di mana
bukan hanya di mimbar dia berbicara tentang setan dan bahayanya, tapi dia
langsung menghadapinya dalam pelayanan. Kita berhadapan dengan realitas di mana
jemaat minta didoakan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kuasa kegelapan.
Pengkhotbah harus siap menghadapinya dan bukan hanya berteori di mimbar. Pengkhotbah
saatnya melakukan konfrontasi; 5) Yesus melayani orang sakit. Pelayanan Yesus
bukan hanya di tempat yang menyenangkan namun menghadapi pelayanan di mana
orang sakit harus dilayani. Ini juga harus menjadi panggilan seorang pengkhotbah,
di mana dia juga menyiapkan diri untuk mendoakan orang sakit. Di antara orang sakit,
pengkhotbah menghidupi teologinya tentang kuasa dan rencana Tuhan bagi manusia.
Di antara orang sakit kita menemukan banyak kesaksian dan lawatan Tuhan baik
lewat mujizat maupun kehidupan yang diubahkan; 6) Yesus memelihara kehidupan
doa pribadi yang khusus. Bagi Yesus pergi sendiri ke tempat sunyi dapat menjadi
teladan bagi setiap pengkhotbah. Pengkhotbah harus memiliki rencana untuk
memiliki dan mengembangkan suatu kehidupan sendiri dan menyendiri di mana dia
berdoa tanpa interupsi. Maka di tiap rumah pengkhotbah perlu ada suatu ruangan
di mana bisa secara khusus berdoa tanpa gangguan telepon atau televisi. Jangan
biarkan kesibukan membuat Anda kehilangan kuasa karena tidak pernah menyendiri
bersama dengan Tuhan dan bersekutu dengan Dia. Dalam doa ini kita akan
merasakan lawatan Tuhan yang menyucikan dosa kita dan mendapatkan pembaharuan
dari Tuhan; 7) Yesus menjamah orang yang tak tersentuh di mana Dia bersedia
melayani orang kusta dan terpinggirkan oleh masyarakat seperti pemungut cukai
dan sampah masyarakat lainnya. Sebagai pengkhotbah, kita tidak bisa bersembunyi
di balik tembok gereja dan memisahkan diri menjadi orang elit. Pengkhotbah yang
baik adalah orang yang menyapa orang yang miskin dan terpinggirkan dalam
gereja. Mentor saya Pdt Rodger Lewis waktu di Bali selalu ingatkan saya bahwa
untuk jangan pernah lupa untuk menyapa dan memedulikan orang miskin dalam
gereja. Mereka akan merasakan anugerah Tuhan lewat sapaan kita dan menjadi
suatu respek bagi orang kaya di gereja melihat gembalanya sangat peduli kepada
kemiskinan dan penderitaan jemaat. Jadi kepedulian kepada kemiskinan dan
penderitaan menjadi wibawa yang kuat bagi seorang pengkhotbah. Semua itu adalah
teladan yang Tuhan Yesus sendiri lakukan dan berikan sewaktu Dia melayani ke
dalam dunia. Bagaimana dengan kita? (*DR*) – (Ide dan gagasan eksposisi diambil
dari buku Ministering Like the Master oleh Stuart Olyott. Saya berjumpa
dengannya di Banner of Truth Conference di Leicester Inggris tahun 2011. Ia
adalah seorang pengkhotbah hebat dalam eksposisi sekaligus kerendahan hatinya
menyapa peserta sehingga firman yang disampaikan benar-benar melawat peserta
konferensi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar