Kamis, 09 Oktober 2014

Seri Khotbah yang Hebat: Suara, Kontak Mata dan Kesalahan dalam Kotbah

By Daniel Ronda
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat- Lagi Tentang Suara (7)" - Dalam catatan saya sebelumnya bahwa suara yang baik memang bergantung kepada alat (sound system) yang dipakai, tapi yang paling penting adalah kepribadian yang menarik. Kepribadian yang menarik didapat lewat kasih, kebaikan hati, toleransi, apresiasi, dan tidak mementingkan diri sendiri. Dengan kata lain itulah bahasa hati seorang pengkotbah yang membuat suaranya terdengar indah.
Namun suara tentu juga bicara hal-hal yang teknis. Maka ada beberapa rahasia penting yang perlu diketahui pengkhotbah tentang suaranya
1) Untuk mendapatkan suara yang bagus dan tidak cepat serak, maka perlu belajar bernafas lewat diafragma (atau istilah populer nafas lewat perut). Ini penting untuk melindungi tenggorokan dari masalah. Penting bagi pengkhotbah berlatih vokal dan bukan hanya orang menyanyi yang perlu belajar vokal; 2) Pengkotbah harus memerhatikan apa yang dimakan dan diminum sebelum kotbah. Hindari sebelum berkhotbah dengan makan gorengan, produk susu, minum susu. Semua makanan itu membuat tenggorokan tercekat. Begitu pula produk kafein juga dibatasi, minum air es tidak baik, perlu air hangat menjelang khotbah. Bagaimana dengan air minum di mimbar. Saya anjurkan untuk jangan dibiasakan minum air sewaktu berkotbah. Pengalaman menunjukkan itu bisa kotbah tanpa minum, karena kalau minum biasanya konsentrasi terpecah; 3) Perhatikan posisi berdiri khotbah di mana kita harus tegak berdiri dan jangan berdiri dalam posisi santai karena suara maksimal dihasilkan bila posisi berdiri baik dan posisi santai tidak akan menghasilkan suara maksimal; 4) Dalam memulai khotbah disarankan diawali dengan level percakapan dan jangan langsung mulai dengan serangan dramatis yang menggebu-gebu. Jemaat pada dasarnya belum siap dengan suara menggelegar di awal kotbah. Disarankan mulai dengan hal ringan karena jemaat umumnya belum siap menerima yang berat di awal; 5) Volume suara ditinggikan ketika kita hendak memberikan tekanan bukanlah cara yang terbaik walaupun bisa dilakukan. Hanya jangan ditinggikan secara mendadak sehingga terkesan mengagetkan. Tinggi dan rendahnya suara bisa dilatih kapan kita melakukannya. Kata kunci penting sebenarnya adalah variasi suara baik dalam intonasi dan kecepatan, misalnya 125-150 kata per menit; 6) Pada akhirnya kekhususan suara seorang pengkhotbah tidak bisa ada yang menyamakan. Maka adalah pantangan untuk meniru gaya orang terkenal berbicara, karena imitasi tetap tidak baik. Pengkhotbah yang meniru gaya bicara pengkotbah terkenal tidak dapat menjadi dirinya, padahal syarat utama adalah menjadi diri sendiri yang unik di hadapan Tuhan. Yang paling penting kejelasan dalam berbicara. Selamat berlatih menggunakan suara kita, jangan anggap remeh! (*DR*)
***
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat – Kontak Mata (8)" - "Pak saya takut menatap jemaat waktu khotbah, rasanya grogi, kata salah seorang mahasiswa dalam kelas berkhotbah." Lalu ia bertanya, bagaimana caranya tidak grogi melihat jemaat, bolehkah tidak usah ditatap matanya? Dapatkah kita tatap saja dahinya? Tanggapan saya adalah tatap matanya, karena tatapan mata dalam khotbah penting sebagai bentuk komunikasi antara pembicara dengan pendengar. Dengan melihat mata mereka, maka kita akan tahu apakah mereka berminat mendengar khotbah kita. Itu sebabnya penting melihat mata pendengar waktu berbicara. Mata adalah jendela hati manusia. Jadi tatapan untuk mengetahui apakah dia mendengar atau tidak. Ingat prinsip komunikasi itu dua arah yaitu ada yang memberi dan ada yang menerima. Jadi kontak mata adalah cara yang tepat untuk mengetahui proses memberi dan menerima ini. Jelas, bahwa bila pengkhotbah berbicara tapi tidak melihat pendengar, maka pendengar pasti beranggapan bahwa pengkotbah tidak mendengar mereka.
Namun tatapan mata saja tidak akan berhasil jika di hati kita tidak ada cinta kepada jemaat dan api cinta akan firman Tuhan. Banyak yang berkhotbah memiliki tatapan kosong karena memang tidak dijiwai dan tidak menjadi "passion"nya. Maka mata itu adalah jendela hati yang tidak dapat menipu. Tatapan mata yang memiliki jiwa di mana beritanya adalah api cinta Tuhan membuat jemaat akan merasakannya waktu menatap pengkhotbah. Memang seorang pembicara tidak bisa menatap satu persatu jemaat karena banyak, tapi semangat yang keluar dari mata merupakan komunikasi yang sangat baik. Sekali lagi mata adalah tempat di mana orang melihat apa yang terjadi dalam hidup kita. Komunikasi mata karenanya perlu mendapat perhatian khusus.
Lalu bagaimana bila kita melihat jemaat yang tidak tertarik dengar kotbah kita, misalnya mereka mondar-mandir keluar masuk, atau mengobrol, atau lihat HP (smartphone) mereka? Saran saya fokus kepada mereka yang memperhatikan hkotbah kita. Jangan terganggu dengan hal-hal seperti itu. Biasanya jika terpancing, kita akan kehilangan konsentrasi. Memang dulu ada pengkhotbah yang berani menegur, tapi saya sendiri tidak berani menegur (lain halnya di kelas, saya berani mengusir mereka). Jadi jangan terganggu, namun jika jadi gembala tentu bisa diajar dan diumumnkan tentang sikap yang benar dalam ibadah gereja.
***
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat -Kesalahan dalam Khotbah (9) – Semua orang pernah berbuat kesalahan dalam khotbah dan mungkin akan terulang di masa depan. Tentu sebagai seorang yang terpanggil melayani dalam bidang khotbah maka keharusan baginya untuk memeriksa kesalahan-kesalahan yang terjadi pada dirinya. Ada beberapa kesalahan umum yang perlu setiap pembicara perhatikan: 1) Kurangnya persiapan khotbah: ini adalah masalah klasik sebagai seorang hamba Tuhan karena kesibukannya dalam mengurus jemaat. Apalagi majelis lebih menghargai gembalanya melakukan perkunjungan dan tidak hanya duduk di kantor gereja untuk belajar. Maka majelis yang baik akan memberikan waktu bagi gembala untuk belajar. Begitu pula gembala harus belajar mendisiplin diri untuk belajar tanpa diganggu dalam menyiapkan khotbah. Ada ahli yang menyarankan siapkan minimal 8 jam untuk satu kotbah, termasuk persiapan rohani; 2) Pendahuluan (pengantar) yang tidak menarik: salah satu kebiasaan yang tidak disadari pembicara yang selalu naik mimbar tiap minggu adalah pendahuluannya tidak menarik dan membosankan. Apalagi sama cara bicara dan pendekatannya dari waktu ke waktu, misalnya selamat pagi, apa kabar dan selalu monoton. Selalu diingat bahwa orang memutuskan untuk mendengar atau tidak mendengar adalah awal dari kotbah. Maka pastikan bahwa kita membuat sesuatu yang menarik di awal kotbah dan jangan itu-itu saja. Bisa mulai dengan cerita atau mengapa topik yang dibahas itu penting; 3) Kurang pandai memakai cerita: bahwa tidak dapat dipungkiri cerita membuat kotbah menjadi menarik. Namun untuk bercerita perlu teknik dan terus belajar memantapkan cara bercerita dari waktu ke waktu. Banyak yang tidak mau pakai cerita karena tidak pandai atau ada juga sebaliknya yang pakai cerita tapi melebar ke mana-mana sehingga lupa apa inti ceritanya. Ada pula yang terlalu banyak pakai cerita sehingga berita tidak jelas. Padahal prinsipnya jelas, cerita adalah penopang poin dari berita Firman Tuhan yang disampaikan; 4) Terlalu banyak poin: waktu saya masih mahasiswa selalu diingatkan untuk pakai 3 (tiga) poin khotbah. Boleh jadi ini benar karena kalau terlalu banyak, jemaat akan bosan dan tidak mampu mengingatnya. Cuma tidak harus 3 poin, bisa jadi ada 2 atau maksimal 4 poin. Terlalu banyak poin justru tidak baik; 5) Tidak jelas aplikasinya: banyak khotbah yang sangat bagus dalam penggalian tapi miskin tentang bagaimana menerapkannya secara relevan pada situasi saat ini. Membiarkan jemaat yang mengaplikasikannya sendiri adalah kurang bijak. Pengkhotbah perlu berjuang untuk menemukan apa saja tindakan atau hal-hal yang harus jemaat lakukan. Penggalian teks sama pentingnya dengan menemukan aplikasi yang cocok bagi jemaat; 6) Berhenti mendadak: ada pengkhotbah tiba-tiba menghentikan khotbahnya tanpa tantangan. Ini sering kita lakukan di mana mengakhiri khotbah tanpa tujuan dan apa yang hendak dicapai. Maka sebaiknya mengakhiri kotbah harus dipikirkan tantangan tindakan yang harus dibuat, misalnya ajak jemaat melakukan refleksi tentang kebenaran dan ulangi kembali apa inti dari khotbah itu. Yang jelas jangan akhiri kotbah tiba-tiba; 7) Tidak suka masukan lewat evaluasi: terus terang bagian ini tidak mudah, di mana umumnya orang tidak suka dikoreksi. Tapi mungkin dimulai dengan merekam khotbah sendiri lalu koreksi sendiri apa yang Anda dengar tentang diri. Ingat koreksi dan evaluasi membuat kita bertumbuh dan membuat khotbah menjadi lebih baik. Maka kita harus rendah hati dan membiarkan koreksi itu membuat Anda bertumbuh sebagai pengkhotbah hebat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar