Rabu, 08 Oktober 2014

Seri Khotbah yang Hebat: Penggunaan Film, Power Point dan Suara

Oleh Daniel Ronda
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat" (4) – Bagaimana dengan bantuan film pendek dalam khotbah, apakah boleh, haruskah dilakukan dan bagaimana menyisipkannya dalam khotbah? Sebelum menjawab ke pertanyaan ini tentunya kita harus memahami dulu perubahan masyarakat modern pada umumnya soal teknologi dan kaitannya dengan gaya berkomunikasi.
Pakar komunikasi teknologi membagi manusia modern menjadi 3 zaman (tentu garis besar secara umum): manusia usia 50an ke atas umumnya asing terhadap perkembangan teknologi (aliens), sedangkan usia 30-an ke atas umumnya kaum migran terhadap tekonologi (immigrant) di mana mereka mengadopsi kemajuan tekonologi namun tidak menyatu dengannya, tapi usia di bawah 30-an disebut sebagai lahir dalam dunia teknologi dan menyatu dalam dirinya (native).
Jika melihat hal ini dan dibandingkan dengan cara berkomunikasi maka kita akan berhadapan berbagai jenis orang di gereja. Di sini perlu hikmat dari pengkotbah, karena memang dalam menerima pesan, manusia dulu biasa menerima informasi cukup dengan audio (telinga), tapi saat ini sudah berubah ke arah audio-visual yaitu mendengar dan melihat. Maka sebenarnya usia yang agak lanjut tidak perlu visual tapi yang lebih muda lebih memerlukan visual untuk menyatakan dan meyakinkan kebenaran.
Jika kita kembali penggunaan film pendek yang banyak tersedia di Youtube untuk ilustrasi kotbah adalah sah-sah saja, bahkan mungkin perlu untuk generasi yang lebih muda. Namun penggunaannya tetap memperhatikan prinsip bahwa teks Alkitab adalah pesan utama, sedangkan film pendek hanya penunjang atau tepatnya pendukung dari berita yang kita sampaikan. Tidak boleh film itu beritanya tidak sesuai atau ada pesan sekuler di dalamnya. Apalagi misalnya, ada kisah menyedihkan namun itu hanya produk iklan di mana pesan produk itu muncul di bagian akhir film. Itu merusak seluruh cerita yang akan kita bangun. Jangan paksakan diri untuk memakai film jika tidak ada yang bisa menunjang. Ada banyak cara kreatif yang bisa dipakai menggantinya, misalnya lewat drama yang melibatkan anak muda kita, atau buat power point yang menarik (lihat teknik cara membuat presentasi power point yang menarik di Youtube), dan masih banyak cara lagi. Jadi untuk pemakaian film, istilah anak gaulnya "jangan maksa"! Tidak elok memaksakan sebuah film yang dicocok-cocokkan dengan berita atau amanat kotbah kita (AK – istilah Benny Solihin). Apalagi memang seorang pengkotbah tidak mungkin berjam-jam duduk memelototi internet untuk melihat film yang cocok. Akhirnya cari film yang dipaksakan supaya cocok dengan teks bahasan. Lalu bagaimana caranya mendapatkan film bermutu yang sesuai dengan berita? Saya menyarankan para pengkotbah yang adalah gembala untuk membentuk tim multimedia yang terdiri dari anak-anak muda di gereja dan meminta mereka membantu mencarikan film-film pendek yang dibutuhkan. Juga para pengkotbah jangan pelit berbagi sumber film yang dia dapatkan kepada rekan-rekan pengkotbah sehingga bisa saling memberkati.
Akhirnya, sekali lagi perlu berhikmat dan jangan maksa!
***
Catatan Pendek DR: Kotbah yang Hebat (5) – "Penggunaan PowerPoint Presentation (ppt) dalam Kotbah" – Sudah diketahui bersama ppt sudah sangat lazim digunakan dalam kotbah masa kini. Rasanya sudah lumrah menggunakan ppt dalam kotbah. Tapi tidak sedikit jemaat yang frustasi melihat ppt buatan pengkotbah, di mana ppt mereka dipenuhi dengan tulisan (bullet) yang banyak sekali teksnya, bahkan sampai sulit dibaca karena hurufnya kekecilan. Rasanya seperti memindahkan semua catatan kotbah ke ppt. Justru ini menjadi bumerang bagi pengkotbah karena bukannya menunjang efektivitas kotbah malah merusak semua penampilan pembicara. Bagaimana menolong pengkotbah dalam membuat ppt yang menarik sehingga dapat menunjang kotbah? Walaupun saya tetap memberi catatan bahwa ppt dipakai sebagai alat penopang efektivitas kotbah: 1) Gunakan gambar dan kata kunci saja dalam ppt. Teks yang ditulis terlalu banyak tidak akan menarik minat. Itu sebabnya pengkotbah harus memikirkan kata kunci apa dari kalimat yang dimasukkan dalam ppt. Ini akan membuat jemaat terus dapat menatap pengkotbah dan sekaligus dapat menggunakan visualnya untuk memaknai ucapannya. 2) Jika ingin menaruh kalimat yang penting, maka usahakan dibuat secara ringkas. Bila tidak cukup rasanya menaruh kata kunci dan ingin menaruh kalimat karena penting dan harus dibaca, maka usahakan diringkas dengan singkat dan dibuat dalam huruf yang lebih besar. Sekali lagi hindari kata-kata yang panjang; 3) Bila hendak menaruh gambar maka harus diletakkan menyamping dan jangan sentral di tengah. Umumnya foto dan gambar yang ditaruh di tengah (sentral) tidak menarik untuk dilihat, maka di sini pengkotbah perlu belajar teknik penempatan foto dan gambar dalam ppt; 4) Usahakan pakai warna-warni dan jangan monoton atau hanya putih saja. Ppt yang berwarna menarik perhatian, apalagi ada motion (gerakan) huruf yang simpel. Cuma jangan terlalu ramai dalam warna dan gerakannya juga jangan terlalu banyak; 5) Penggunaan "font" atau bentuk huruf jangan terlalu banyak. Pakar jurnalistik selalu menganjurkan dua jenis huruf yang jenis serif dan sanserif saja yang dipakai dalam sebuah tulisan maupun presentesai. Huruf Serif contohnya font Times New Romans dan yang sejenisnya di mana ada liukan huruf, sedangkan sanserif seperti Arial dan sejenisnya yang tidak ada liukannya. Pilih dua saja di antara kelompok serif dan sanserif. Jangan terlalu banyak jenis huruf, walaupun bisa divariasikan besar dan kecilnya.
Kiranya beberapa tips singkat ini akan membuat ppt kita lebih menarik dan mendukung performa kita sebagai hamba Tuhan. Kotbah memang butuh dukungan visual, namun itupun harus diupayakan agar menjadi lebih menarik. Terus mencoba! (*DR*)
***
Catatan Pendek DR: "Khotbah yang Hebat: KEINDAHAN SUARA" (6) – Suatu ketika saya diundang berkhotbah oleh mantan mahasiswa saya yang melayani di suatu daerah di Papua via telepon. Setelah bicara soal jadwal dan tema, lalu dia menutup pembicaraan bahwa memohon bahwa jika saya berkhotbah diharapakan memakai suara lantang dan keras. Katanya hkotbah di sini harus keras dan tidak bisa lembut. Saya tiba-tiba merasa tidak sanggup, karena suara saya tidak menggelegar seperti pengkhotbah yang memiliki suara bas dan keras, sedangkan saya tenor dan cenderung tidak keras. Tetapi saya mengiyakan saja untuk mencoba bersuara dengan lebih jelas. Namun lewat percakapan di telepon itu saya menjadi bertanya pada diri, seberapa jauh peran suara dalam berkhotbah? Tentu suara keras sudah bukan masalah karena para pengkhotbah tinggal belajar bagaimana menggunakan mikrofon dengan baik sehingga ia bisa mengatur suaranya sehingga terdengar dengan jelas. Masalahnya bagaimana dengan keindahan suara?
Memang sejak zaman dahulu suara sangat memegang peranan penting dalam kotbah. Dalam bentuk apapun kekuatan suara seorang pengkhotbah, maka suara memegang peranan yang sangat penting. Pertanyaannya adalah suara yang tepat itu seperti apa? Apakah harus bas dan berat? Dulu memang diyakini bahwa suara indah itu kalau suara bas dan keras atau berat. Dalam konteks masa lalu berkomunikasi, memang orang yang menjadi presenter dan yang bekerja di dunia komunikasi diharapkan suaranya bas atau berat. Misalnya, Bob Tuttupoli, Kris Biantoro atau untuk yang perempuan Maria Untu, dst. Jika itu syaratnya, maka banyak pengkotbah terkena diskualifikasi termasuk saya. Syukur dalam dunia komunikasi modern hal ini sudah dibantah, bahwa suara bas dan berat bukan lagi hal utama melainkan keindahan suara itu sendiri. Saat ini begitu banyak orang yang berbicara di publik dengan warna suara yang beragama mulai dari yang bas dan berat sampai yang biasa dan tenor. Mereka semua berhasil mengkomunikasikan beritanya.
Jika demikian, suara yang baik dan indah itu seperti apa dalam konteks khotbah? Tentu Alkitab tidak pernah memberi syarat tentang warna suara selain hanya dapat didengar dengan baik. Namun bila diperhatikan bahwa suara yang baik itu bergantung kepada kepribadian yang menarik. Nah, kepribadian yang menarik didapat lewat kebaikan hati, kasih, rela berkorban, toleransi, apresiasi, dan tidak mementingkan diri sendiri serta karakter yang baik lewat buah-buah roh yang nampak dalam hidup kita. Dengan kata lain itulah bahasa hati seorang pengkotbah. Bahasa hati yang dimiliki seseorang inilah yang akan membuat suaranya menjadi indah terdengar. Maka pengkhotbah yang baik harus mengembangkan kepribadian yang baik jika ingin suaranya terdengar indah. Bukankah suara yang kita keluarkan adalah gambaran dari seluruh hidup kita?
www.danielronda.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar