Selasa, 11 November 2014

Seri Khotbah yang Hebat: Khotbah Dadakan



Catatan Pendek DR: Khotbah Dadakan (24)
Sewaktu saya diundang berkhotbah di suatu daerah pada waktu Natal, seringkali tanpa terduga gembala yang mengundang meminta saya untuk menyampaikan khotbah syukuran di jemaat secara mendadak. Tradisi ini baik karena di hari Natal barulah keluarga bisa berkumpul dari tanah rantau. Maka biasanya bukan satu keluarga saja yang mengadakan syukuran, tapi bisa jadi empat atau sampai lima keluarga sepanjang hari, dan tiap rumah harus menyampaikan khotbah karena ada ibadahnya. Lalu biasanya gembala dan rombongan majelis atau pengurus jemaat ikut juga dalam safari syukuran itu sehingga mau tidak mau teks khotbah harus berubah dan tidak boleh sama. Bisa dibayangkan kalau lima rumah mengadakan syukuran dalam satu hari, lalu kita menyampaikan lima khotbah yang berbeda. Bagaimana bisa?
Khotbah dadakan selalu dialami siapa saja terutama para gembala. Biasanya dalam tengah minggu ada banyak ibadah yang membutuhkan penyampaian firman Tuhan. Belum lagi ada syukuran, kedukaan, bahkan acara-acara khusus lainnnya. Secara teori homiletika, memang khotbah perlu persiapan yang matang, tapi secara praktika tidak dapat dipungkiri ini tidak dapat dilakukan karena hal-hal insidental dalam jemaat tidak dapat diduga. Maka jika kita mengerti homiletika sebagai “preaching the Word” yaitu memproklamirkan Injil maka sebenarnya tidak salah kita menerima undangan khotbah dadakan ini. Pertanyaannya adalah bagaimana kita menyiapkan khotbah dadakan seperti ini agar efektif?

Senin, 10 November 2014

Seri Khotbah yang Hebat: Doa Mohon Iluminasi Roh Kudus

Seringkali ketika jemaat mempertanyakan mengapa dirinya tidak mengerti sebuah khotbah, pikiran saya langsung kepada masalah metode atau cara berkhotbah yang salah. Cara berpikir saya tidak salah, karena memang metode yang baik memegang peranan penting juga. Namun saya tidak dapat menghilangkan fakta bahwa sekalipun khotbah sudah sangat baik, masih ada jemaat yang anggap khotbah itu tidak masuk akal (make no sense) dan tidak memiliki arti (meaningless). Dari pengalaman ini saya menyadari bahwa khotbah itu sangat bergantung kepada Roh Kudus karena seluruh keberadaan manusia telah rusak.

Minggu, 09 November 2014

Seri Khotbah yang Hebat: Mendengar Khotbah

Khotbah yang Hebat: Mendengar Khotbah (22)
Suatu waktu saya ke Korea Selatan bersama rombongan hamba Tuhan ke sebuah gereja besar di Seoul yaitu Kwanglim Methodist Church. Gereja ini tentu beraliran Methodist yang menggunakan himne dalam ibadah mereka. Tapi ketika tiba pada saat pengkhotbah naik mimbar saya menemukan keunikan. Jemaat selalu merespons khotbah dengan mengatakan “amin” setiap kali kalimat selesai diucapkan. Ada semangat dan respons yang terjadi dalam setiap khotbah yang disampaikan. Hal yang sama terjadi juga di berbagai gereja di Korea Selatan, termasuk ketika saya berkesempatan lagi mengunjungi Onnuri Church di kota Seoul beberapa tahun lalu setelah kunjungan ke Kwanglim Methodist Church. Saya bertanya kepada para hamba Tuhan di sana mengapa mereka selalu merespons dengan "amin" atas setiap pengkhotbah mengakhiri kalimat? Tentu jawabannya sederhana, karena jemaat mereka diajar menghormati firman Tuhan dan diajari untuk merespons dengan kata amin. Sungguh sebuah cara yang sederhana.

Jumat, 07 November 2014

Seri Berkhotbah: Berkomunikasi dengan Otoritas

By: Daniel Ronda
Catatan Pendek: Berkomunikasi dengan Otoritas (21)
Di samping tugas berkhotbah, maka seorang hamba Tuhan juga pasti diminta berbicara sebagai penceramah, menjadi pembicara dalam pelatihan, atau pun memberikan kata sambutan dan berbagai acara yang membuat kita berbicara di depan umum. Apapun itu, kita tidak bisa berdiri di depan publik hanya biasa-biasa saja menyampaikan apa yang perlu disampaikan. Seorang juga harus tahu bagaimana mengkomunikasikannya dengan penuh kuasa. Tidak boleh ada kesan khotbah berbeda dengan ceramah dan pelatihan karena apapun itu kita sedang menyampaikan maksud hati Tuhan walaupun dengan cara yang berbeda.

Minggu, 02 November 2014

Seri Khotbah yang Hebat: Evaluasi Khotbah

By Daniel Ronda 
Khotbah yang Hebat: Evaluasi Khotbah (20)
Tadi pagi setelah selesai saya berkhotbah, saya berdiri menyalami jemaat di depan pintu gereja. Seorang ibu tua dengan bertongkat menghentikan langkahnya dan menyalami saya dengan erat dan berkata, “saya suka khotbah pak pendeta, bagus sekali dan enak sekali.” Kemudian ibu itu bergegas sambil tertawa dan saya tersenyum. Memang banyak jemaat yang seperti ini, mereka mengapresiasi hamba Tuhan yang berkhotbah dengan mengucapkan: “terima kasih, khotbah yang baik pastor, atau saya diberkati dengan khotbahnya.” Ucapan itu harus diterima dengan syukur kepada Tuhan, namun belum cukup dan belum berarti apa-apa. Kita tidak boleh puas hanya mendengar pujian atau apresiasi dari jemaat. Jangan senang dulu. Salah satu yang tidak boleh dilupakan adalah melakukan evaluasi setelah kita khotbah. Tujuan melakukan evaluasi adalah karena memang kita berdiri sebagai wakil Tuhan yang sedang mempersembahkan diri kita sebagai alat ditanganNya untuk menyampaikan maksud Tuhan. Itu sebabnya kita harus berdiri sebagai hamba Tuhan yang kudus dan tidak bercacat di hadapanNya, di mana bukan hanya moral saja yang benar tapi bagaimana cara kita menyampaikan maksud hati Tuhan harus benar dan baik. Itu sebabnya kita perlu melakukan evaluasi terhadap khotbah kita.