Jumat, 31 Oktober 2014

Seri Khotbah yang Hebat: Memaku Kesimpulan

By Daniel Ronda
Khotbah yang Hebat: Memaku Kesimpulan (19)
Untuk memuncaki khotbah maka pengkhotbah harus memberikan kesimpulan. Membuat kesimpulan khotbah itu gampang-gampang susah, karena kita berhadapan dengan puncak yang krusial namun tidak banyak waktu lagi yang dapat digunakan karena jemaat sudah secara mental tahu bahwa isi sudah dijelaskan. Maka kesimpulan itu harus dipersiapkan dengan sangat baik dan hati-hati. Ada pengkhotbah yang seringkali salah dalam membuat kesimpulan khotbah. Kesimpulan mereka seringkali jatuh kepada hanya informasi dan mengulangi garis besar yang disampaikan, di mana sekalipun itu boleh namun sebaiknya memiliki penekanan khusus dan bukan hanya pengulangan. Kesalahan lain yang seringkali dilakukan pengkhotbah adalah seringkali suara mulai melemah dan datar karena mungkin sudah kelelahan waktu menyampaikan isi khotbah yang menggebu-gebu. Maka dalam menyampaikan kesimpulan menjadi formalitas untuk mengakhiri karena suara mulai loyo. Akhirnya khotbah tidak “dipaku”di hati jemaat.
Padahal tujuan memberikan kesimpulan adalah untuk “memaku” pesan-pesan Tuhan di hati jemaat. Maka sebaiknya kesimpulan itu, walaupun tidak lewat kata-kata tinggi dan keras serta cepat, namun kesimpulan wajib masih memiliki “api” walaupun bahasa mulai melambat. Itu sebabnya perlu sekali diperhatikan cara menyajikan kesimpulan khotbah, sehingga jemaat tidak memahami kesimpulan sebagai persiapan untuk menutup Alkitab dan bekemas-kemas dalam mengakhiri khotbah. Kesimpulan sekali lagi bukan formalitas untuk menyelesaikan khotbah tapi justru memaku pesan Tuhan dan itu perlu dilatih dalam mempersiapkannya.
Maka dalam membuat kesimpulan, itu berarti merangkum apa yang menjadi isi dari amanat khotbah, namun harus memiliki beberapa hal dalam menyusun kesimpulan yang indah: 1) Kesimpulan harus bersifat evangelistik. Maksud dari evangelistik adalah ada unsur permintaan untuk melakukan apa yang menjadi tantangan khotbah. Laksana Petrus berkhotbah di peristiwa Pentakosta dalam KPR pasal 2 di mana akhirnya penuh dengan api, maka pengkhotbah harus meneladani Petrus yang memberikan tantangan hal-hal yang harus dilakukan; 2) Penekanan kesimpulan harus berfokus kepada Kristologi. Maksudnya adalah akhir dari khotbah Kristus yang harus ditinggikan. Jangan sampai ada kesan di akhir khotbah hanya pengkhotbah yang hebat dan jemaat merasa senang karena khotbahnya, tapi Tuhan yang harus dimuliakan. Khotbah bukan untuk membuat jemaat terkesan dengan Anda tapi dengan Kristus; 3) Kesimpulan berisi transformasi mengajak perubahan. Sebutkan perubahan-perubahan secara detail dan praktis tentang apa yang diharapkan dalam khotbah dan itu harus sederhana tapi jelas; 4) Khotbah selalu dipahami sebagai sains dan seni, maka dalam kesimpulan pengkhotbah patut sensitif kepada apa kebutuhan pendengar dan pandai menggunakan emosi untuk mengajak jemaat bersedia melakukan apa yang menjadi berita Tuhan; 5) Kesimpulan harus pendek dan jangan bertele-tele. Jangan ditandai bahwa Anda akan mengakhiri kotbah tapi kenyataannya masih panjang kalimat-kalimat yang Anda sampaikan; 6) Kesimpulan bisa juga dilakukan secara variatif di mana bisa berisi puisi, lagu, cerita, dan pujian serta berbagai cara kreatif lainnya yang sesuai dengan tema khotbah.
Jadi walaupun kata-kata sudah melambat, tapi pastikan bahwa dalam menyampaikan kesimpulan, jemaat masih memerhatikan apa yang disampaikan pengkhotbah. Dengan demikian tercapailah maksud dari khotbah di mana dalam kesimpulan itu kita sedang “memaku” pesan Tuhan di hati jemaat (*DR*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar