Minggu, 02 November 2014

Seri Khotbah yang Hebat: Evaluasi Khotbah

By Daniel Ronda 
Khotbah yang Hebat: Evaluasi Khotbah (20)
Tadi pagi setelah selesai saya berkhotbah, saya berdiri menyalami jemaat di depan pintu gereja. Seorang ibu tua dengan bertongkat menghentikan langkahnya dan menyalami saya dengan erat dan berkata, “saya suka khotbah pak pendeta, bagus sekali dan enak sekali.” Kemudian ibu itu bergegas sambil tertawa dan saya tersenyum. Memang banyak jemaat yang seperti ini, mereka mengapresiasi hamba Tuhan yang berkhotbah dengan mengucapkan: “terima kasih, khotbah yang baik pastor, atau saya diberkati dengan khotbahnya.” Ucapan itu harus diterima dengan syukur kepada Tuhan, namun belum cukup dan belum berarti apa-apa. Kita tidak boleh puas hanya mendengar pujian atau apresiasi dari jemaat. Jangan senang dulu. Salah satu yang tidak boleh dilupakan adalah melakukan evaluasi setelah kita khotbah. Tujuan melakukan evaluasi adalah karena memang kita berdiri sebagai wakil Tuhan yang sedang mempersembahkan diri kita sebagai alat ditanganNya untuk menyampaikan maksud Tuhan. Itu sebabnya kita harus berdiri sebagai hamba Tuhan yang kudus dan tidak bercacat di hadapanNya, di mana bukan hanya moral saja yang benar tapi bagaimana cara kita menyampaikan maksud hati Tuhan harus benar dan baik. Itu sebabnya kita perlu melakukan evaluasi terhadap khotbah kita.

Apa saja yang harus dievaluasi? Menurut John Vowter, seorang pengkhotbah hendaknya melakukan evaluasi di enam area ini: 1) Apakah pendahuluan khotbah saya membuat kesan awal yang baik? Mengingat pendahuluan itu sangat penting untuk jemaat mau mendengar selanjutnya, perlu dievaluasi apakah pendahuluan sudah membuat jemaat mau terus mendengar khotbah; 2) Apakah saya mampu menciptakan koneksi emosial dengan pendengar? Di sini pengkhotbah bisa merasakan jemaat memerhatikan khotbah dan ada respons karena pengkhotbah mampu menciptakan relasi emosional dengan pendengarnya. Coba evaluasi perhatian dan respons jemaat sewaktu mendengarkan khotbah; 3) Apakah khotbah saya merefleksikan kerendahan hati? Jangan sampai jemaat merasa bahwa mereka digurui dan “dihakimi”; 4) Apakah presentasi saya dapat dimengerti? Perlu mengecek kejelasan dalam memaparkan berita yang firman Tuhan sampaikan; 5) Apakah khotbah saya logis dan masuk akal? Hal masuk akal dalam menyampaikan poin-poin itu penting sebelum jemaat menerimanya sebagai kebenaran; 6) Apakah khotbah saya alkitabiah? Ini penting untuk mengevaluasi apakah khotbah itu keluar dari kebenaran-kebenaran Firman Tuhan atau hanya pemikiran manusia (Sumber: John Vawter, “The Agony and Ecstasy Of Feedback: What sermon evaluations taught me” dalam buku Art dan Craft Biblical Preaching, 696).
Siapa yang melakukan evaluasi ini? Biasanya tidak mudah untuk mencari orang yang bisa melakukan evaluasi khotbah kita. Umumnya jemaat sungkan memberikan evaluasi karena dianggap memberikan kritik tidak pantas dilakukan untuk hamba Tuhan. Maka pada awalnya minta pasangan kita melakukan itu. Atau bisa juga meminta bantuan tim penggembalaan yang melakukannya. Tetap diingatkan bahwa evaluasi ini bukan mencari kesalahan, namun bertujuan memperbaiki kemampuan dalam menyampaikan khotbah. Kita juga bisa minta evaluasi secara umum tentang khotbah dalam evaluasi bulanan kepada majelis. Majelis kita beri kesempatan secara umum tentang bagaimana mengevalusi berita khotbah sepanjang bulan. Misalnya, secara umum kita meminta respons apakah tema bulanan sudah tercapai dalam khotbah? Apakah khotbah Alkitabiah? Bagaimana dengan pengkhotbah tamu yang diundang? Memang jika belum biasa agak kikuk melakukan evaluasi. Namun karena falsafah dari evaluasi adalah memberikan yang terbaik bagi Tuhan, sepatutnya setiap pengkhotbah tidak tersinggung jika khotbahnya dievaluasi. Lalu majelis perlu diberi pedoman bagaimana melakukan evaluasi secara umum dan tidak ada unsur menyerang pribadi seseorang. Akhirnya, bagi saya sebagai penghotbah, evaluasi merupakan keharusan apapun masukan itu. Kita mau memberikan persembahan yang terindah untuk Tuhan (*DR*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar