Minggu, 12 Oktober 2014

Seri Khotbah yang Hebat: Panggilan Khotbah Mimbar Cukup?



By Daniel Ronda
Catatan Pendek DR: “Khotbah yang Hebat – Panggilan Khotbah Mimbar Cukup? (13)” – Panggilan berkhotbah adalah panggilan pemberitaan dan pengajaran di mana Tuhan memberikan karunia kepada kita, di mana kita dapat memintanya kepada Tuhan dan terus belejar mengembangkan diri dalam berkhotbah. Namun apakah cukup karunia mengajar (khotbah)? Ada gembala mengatakan bahwa dirinya punya karunia khotbah dan hanya itu panggilannya yaitu khusus khotbah di mimbar. Itu sebabnya tugas perkunjungan menjadi tugas staf penggembalaan lainnya. Benarkah? Sekalipun benar bahwa tugas menyiapkan khotbah itu berat, namun kita harus belajar seperti Yesus bagaimana Dia melayani. Tuhan kita bukan hanya datang ke dunia berkhotbah, namun supaya khotbah menjadi berkuasa dan hebat maka para pengkhotbah perlu meneladani Yesus di mana:
1) Dia bersolidaritas dengan orang berdosa. Artinya Dia bergaul dengan orang berdosa tanpa harus berdosa. Ia tidak berdosa namun dekat dan melayani orang berdosa. Ia berada di tengah-tengah masyarakat dan tidak mengasingkan diri. Pengkhotbah bukan ditugaskan sembunyi di balik meja belajar tapi berjumpa dengan masyarakat dan umat Tuhan. Sehabis khotbah sebaiknya hamba Tuhan menyapa jemaatnya dan bergaul sebelum mereka meninggalkan gereja. Jangan langsung sembunyi di pastori untuk doa dan rapat. Minta waktu untuk bergaul dengan mereka; 2) Yesus menang atas pencobaan. Dalam kehidupanNya godaan dan pencobaan datang silih berganti. Namun Ia bisa melewatinya dengan baik. Pengkhotbah modern pun tidak luput dari godaan dan cobaan yang dihadapinya. Ia tidak bisa mengklaim bahwa ia sudah terbebas, namun justru bagaimana ia mampu melewatinya dengan pertolongan Tuhan. Godaan itu muncul di pikiran, maka penting bagi pengkhotbah untuk memelihara hati dan pikiran tetap baik dan tidak tergoda. Memang jemaat tidak tahu perjuangan seorang pengkhotbah. Ia tidak hanya berjuang menyiapkan khotbah, namun berjuang mengatasi godaan dan cobaan yang datang kepadanya; 3) Yesus melakukan percakapan pribadi (personal conversation) kepada murid-muridNya dan orang lain ketika memuridkannya. Yesus tidak hanya berkhotbah dan mengajar di sinagoge, tapi Dia melakukan percakapan pribadi untuk mendewasakan murid-muridNya. Banyak pengkhotbah merasa bahwa panggilannya adalah berkhotbah di mimbar dalam memuridkan jemaat, namun belajar dari pengalaman Yesus maka pengkhotbah perlu keluar melakukan percakapan pribadi, melakukan perkunjungan yang menguatkan kepada jemaatnya. Ia mengunjungi jemaat dan menanyakan perkembangan rohaninya. Sentuhan pribadi menambah wibawa dalam khotbahnya dan jauh efektif dalam memuridkan; 4) Yesus menghadapi kuasa kegelapan. Pelayanan khotbah adalah pelayanan nyata, di mana bukan hanya di mimbar dia berbicara tentang setan dan bahayanya, tapi dia langsung menghadapinya dalam pelayanan. Kita berhadapan dengan realitas di mana jemaat minta didoakan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kuasa kegelapan. Pengkhotbah harus siap menghadapinya dan bukan hanya berteori di mimbar. Pengkhotbah saatnya melakukan konfrontasi; 5) Yesus melayani orang sakit. Pelayanan Yesus bukan hanya di tempat yang menyenangkan namun menghadapi pelayanan di mana orang sakit harus dilayani. Ini juga harus menjadi panggilan seorang pengkhotbah, di mana dia juga menyiapkan diri untuk mendoakan orang sakit. Di antara orang sakit, pengkhotbah menghidupi teologinya tentang kuasa dan rencana Tuhan bagi manusia. Di antara orang sakit kita menemukan banyak kesaksian dan lawatan Tuhan baik lewat mujizat maupun kehidupan yang diubahkan; 6) Yesus memelihara kehidupan doa pribadi yang khusus. Bagi Yesus pergi sendiri ke tempat sunyi dapat menjadi teladan bagi setiap pengkhotbah. Pengkhotbah harus memiliki rencana untuk memiliki dan mengembangkan suatu kehidupan sendiri dan menyendiri di mana dia berdoa tanpa interupsi. Maka di tiap rumah pengkhotbah perlu ada suatu ruangan di mana bisa secara khusus berdoa tanpa gangguan telepon atau televisi. Jangan biarkan kesibukan membuat Anda kehilangan kuasa karena tidak pernah menyendiri bersama dengan Tuhan dan bersekutu dengan Dia. Dalam doa ini kita akan merasakan lawatan Tuhan yang menyucikan dosa kita dan mendapatkan pembaharuan dari Tuhan; 7) Yesus menjamah orang yang tak tersentuh di mana Dia bersedia melayani orang kusta dan terpinggirkan oleh masyarakat seperti pemungut cukai dan sampah masyarakat lainnya. Sebagai pengkhotbah, kita tidak bisa bersembunyi di balik tembok gereja dan memisahkan diri menjadi orang elit. Pengkhotbah yang baik adalah orang yang menyapa orang yang miskin dan terpinggirkan dalam gereja. Mentor saya Pdt Rodger Lewis waktu di Bali selalu ingatkan saya bahwa untuk jangan pernah lupa untuk menyapa dan memedulikan orang miskin dalam gereja. Mereka akan merasakan anugerah Tuhan lewat sapaan kita dan menjadi suatu respek bagi orang kaya di gereja melihat gembalanya sangat peduli kepada kemiskinan dan penderitaan jemaat. Jadi kepedulian kepada kemiskinan dan penderitaan menjadi wibawa yang kuat bagi seorang pengkhotbah. Semua itu adalah teladan yang Tuhan Yesus sendiri lakukan dan berikan sewaktu Dia melayani ke dalam dunia. Bagaimana dengan kita? (*DR*) – (Ide dan gagasan eksposisi diambil dari buku Ministering Like the Master oleh Stuart Olyott. Saya berjumpa dengannya di Banner of Truth Conference di Leicester Inggris tahun 2011. Ia adalah seorang pengkhotbah hebat dalam eksposisi sekaligus kerendahan hatinya menyapa peserta sehingga firman yang disampaikan benar-benar melawat peserta konferensi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar